Minggu, 05 Februari 2017

puisi yang ku tulis

aku

aku hanya duduk saat mereka berdiri
aku hanya diam saat mereka banyak bicara
aku hanya tersenyum saat mereka beramarah
aku hanya menulis saat mereka berkata

aku tidak ingin berdiri dulu
aku tidak ingin bicara dulu
aku tidak ingin beramarah melulu
aku tidak ingin cuma sekedar berkata-kata

sekarang aku ingin berdiri
sekarang aku ingin bicara
sekarang aku tak ingin marah
sekarang aku ingin bacakan yang aku tulis

duduk,,,,,
diamlah,,,,,
jangan marah,,,,,
dan dengarkan.




rindu

senyummu tersimpan saat kelam menyelinap
ada bekas sayur terselip di putih gigimu
lihat alis itu meruncing bagai pensil
dan kibasan rambutmu yg mengintip di balik krudung

 ramai lalu lalang mobil melintas
 tapi wajahmu yg terlintas dalam pandang
 ada senyummu dalam saku kemeja
 bercampur dengan permen dan kembalian kenek bus kota

aku berkunjung ke nadimu
membuka pintu pusarmu,
berlarian dalam rongga nafasmu,
lalu mengintip dunia melalui jendela matamu

 dan aku melihat senyumnya.

Kumpulan kata-kata pramoedya ananta toer


 
       6 februari adalah hari kelahiran seorang penulis besar indonesia pramoedya ananta mastoer atau pramoedya ananta toer atau lebih sering juga di sebut pram,lahir di blora 6 februari 1925 dan meninggal pada 30 april 2006.beliau adalah penulis yang membuat saya menjadi suka membaca buku.dimulai dari lemari bekas yg di berikan tetagga yg akan pindah rumah,dan dilamnya terdapat satu buku pramoedya berjudul nyanyian sunyi seorang bisu.dari buku itu saya temukan pram sebagai penulisnya.buku dengan rangkaian kata yang bisa membuat kita seakan ada dalam cerita catatan tersebut.selesai membaca buku itu aku cari beberapa buku lain karya pram,dari midah,gadis pantai,sampai tetralogi pulau buru (bumi manusia,anak semua bangsa , jejak langkah ,rumah kaca}.dan berikut adalah beberapa kata kata yang saya kutip dari buku buku karya pram


“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer


 “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”
Pramoedya Ananta Toer


 “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
Pramoedya Ananta Toer


 “Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 


 “A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai 


 “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
Pramoedya Ananta Toer


 “Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia


“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)”
Pramoedya Ananta Toer


 “Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai”
Pramoedya Ananta Toer


 “Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations

 
“Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua”
 
 
  “Menulis adalah sebuah keberanian...”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai Ontosoroh)”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glas
 
 
 “How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's where human life is found. - (Houseboy + Maid, in Tales from Djakarta)”
Pramoedya Ananta Toer, Tales from Djakarta
 
 
  “Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya .”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar di dunia ini: suatu karunia alam. Dan yang terpenting diatas segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhaan adalah kejujuran, dan keberanian adalah ketulusan.”
Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan 
 
 
 “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
 
 
 “Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels 
 
 
 “Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita tentang manusia dan kehidupannya , tapi tentang surga, dan jelas tidak terjadi di atas bumi kita ini".”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 
“Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
 
 
  “Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Barang siapa mempunyai sumbangan pada kemanusian dia tetap terhormat sepanjang jaman, bukan kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak mendapatkan sesuatu sukses dalam hidupnya, mungkin dia tidak mempunyai sahabat, mungkin tak mempunyai kekuasaan barang secuwil pun. Namun umat manusia akan menghormati karena jasa-jasanya.”
Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2 
 
 
 “Barangsiapa muncul di atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima tuntutan dari masyarakatnya-masyarakat yang menaikkannya, atau yang membiarkannya naik.... Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Saya selalu percaya--dan ini lebih merupakan sesuatu yang mistis--bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang.”
Pramoedya Ananta Toer 
 
 
 “Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Pada akhirnya persoalan hidup adalah persoalan menunda mati, biarpun orang-orang yang bijaksana lebih suka mati sekali daripada berkali-kali.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 
“setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah
Pramoedya Ananta Toer


“Pernah kudengar orang kampung bilang : sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Biarlah hati ini patah karena sarat dengan beban, dan biarlah dia meledak karena ketegangan. Pada akhirnya perbuatan manusia menentukan, yang mengawali dan mengakhiri. Bagiku, kata-kata hiburan hanya sekedar membasuh kaki. Memang menyegarkan. Tapi tiada arti. Barangkali pada titik inilah kita berpisah...”
Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik 
 
 
 “Dahulu dia selalu katakan apa yang dia pikirkan, tangiskan, apa yang ditanggungkan, teriakan ria kesukaan di dalam hati remaja. Kini dia harus diam- tak ada kuping sudi suaranya.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal?”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “Kowé kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!”
Pramoedya Ananta Toer
 
 


“Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka , dengan bahasa yang mereka tahu”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. Kan kau sendiri pernah bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Hidup tanpa harapan adalah hidup yang kosong”
Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1 
 
 
 “Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan”
Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2 
 
 
 “Mendapat upah kerena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya pelacuran?”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan.”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “Setiap ketidakadilan harus dilawan, walaupun hanya dalam hati.”
Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian! 
 
 
 “Semua yang terjadi d bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Kami memang orang miskin. Di mata orang kota kemiskinan itu kesalahan. Lupa mereka lauk yg dimakannya itu kerja kami.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Kesenangan adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa manusia”
Pramoedya Ananta Toer, Cerita dari Blora 
 
 
 “Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Dan kini, Adikku, kini terasa betul oleh kita, pahit sungguh hidup di dunia ini, bila kita selalu ingat pada kejahatan orang lain. Tapi untuk kita sendiri, Adikku, bukankah kita tidak perlu menjahati orang lain?”
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam 
 
 
 “Kadang-kadang saya merasa sangat terisolasi. Saya hidup di dunia saya sendiri, dan hal ini seperti berada di pengasingan. Saya tidak tahu apakah orang masih ingin tahu apa yang sebenarnya saya pikirkan.”
Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian! 
 
 
 “Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “The fracture of pencil still useful, but the fracture of soul,
we couldn't use it, Mister.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 
“Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru—indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapapun tentang kenyataan.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Hidup dapat memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Saya masih berpendapat bahwa Multatuli besar jasanya kepada bangsa Indonesia, karena dialah yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa mereka dijajah. Sebelumnya, di bawah pengaruh Jawanisme, kebanyakan orang Indonesia bahkan tidak merasa bahwa mereka dijajah.”
Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian! 
 
 
 “Binatang itu bicara, makan -- tapi tak mengerti dirinya sendiri. Dan aku begitu juga.”
Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan 
 
 
 “Lihat, ini Arok, yang tetap mempertahankan Tumapel. Dia dan pasukannya akan mempertahankannya sampai titik darah terakhir. Bukan karena imbalan uang, emas dan perak dan singgasana. Hanya karena kesetiaan pada janji.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku ...”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Jangan panggil aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki...
Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai...”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Dan bukankan satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat sepatutnya bergabung mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Sejak zaman kompeni, Aceh punya keberanian individu, Jawa punya keberanian kelompok. Beda sekali.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana.”
Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam 
 
 
“Orang Cendekia sudah harus adil sejak dari pikiran”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Sahabat dalam kesulitan adalah sahabat dalam segala-galanya. Jangan sepelekan persahabatan. Kehebatannya lebih besar daripada panasnya permusuhan.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai 
 
 
 “Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya. Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai, orang berpolitik.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Apakah sebangsamu akan kau biarkan terbungkuk-bungkuk dalam ketidaktahuannya? Siapa bakal memulai kalau bukan kau?”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “You must first of all think justly. Don’t sit in judgment over others when you don’t know the truth of the matter.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Tak ada brahmana angkuh. Mereka hanya lebih mengerti, lebih tahu daripada orang yang menganggap pengetahuan dan ilmu sebagai keangkuhan.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Masa lalu tak perlu jadi beban, bila tak sudi jadi pembantu.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Tidak, yang mati tidak harus bisu. Energi mereka tetap hidup melalui berbagai cara, jalan dan sarana, terutama melalui kenangan dan mulut para nyawa yang lolos dari saringannya di Buru ini. Pada suatu kali mungkin ada yang mampu mencatatnya tanpa tangannya gemetar dan tanpa membasahi kertasnya.”
Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1 
 
 
 “Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Dengan melawan kita takkan sepenuh kalah,”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan, bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang hidup dalam batin siapa pun.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Kau tak kenal bangsamu sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Kartini pernah mengatakan : mengarang adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “.... Dan semua itu berjalan dari detik ke detik, hari ke hari. Akhirnya orang jadi biasa juga dengan keadaannya. Dan mereka, yang tidak kena kerja paksa, tidur sehari-harian, atau berjalan-jalan mengedari pelataran dalam yang sempit itu, mengelamun, berangan-angan. Ya itu pun berjalan saja dan berjalan saja. Kadang-kadang orang tak sempat menginsyafi apa sesungguhnya yang telah dialami sehari-harian. Tapi dengan pasti hidupnya telah gompal sejam demi sejam. Kadang-kadang orang tidak sempat mengenangkan hari-depannya. Orang lebih suka memikirkan hal-hal yang dekat-dekat: makan, buang air, nyanyi, mengobrol tak berkeputusan, memaki-maki, atau mengaduh dengan tiada maksud. Atau-orang memikirkan sesuatu yang jauh, yang besar, yang takkan tercapai oleh tenaga dan tangan manusia-terutama sekali manusia yang dipenjarakan.
Kemudian..
Kemudian semua berjalan saja. Berjalan saja. Berjalan saja. Juga umur manusia berjalan mendekati akhirnya. Juga balatentara kedua belah pihak berjalan mendekati keruntuhan atau kemenangannya. Dan tak ada tangan manusia yang kuasaa membatalkan proses itu ...”
Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan 
 
 
 “Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang ini...ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati, hidup atau kalah-menang.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Kekuatan yang kita miliki mungkinlah tidak sebanding dengan ketidakadilan yang ada, tapi satu hal yang pasti: Tuhan tahu bahwa kita telah berusaha melawannya.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri –tanah airnya sendiri– gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “setiap saat orang bisa minta ampun pada Tuhan, bila berdosa terhadap-Nya, dosa terhadap sesama manusia lain lagi, terlalu susah untuk mendapat ampun daripadanya. Tuhan Maha Pemurah, manusia maha tidak pemurah.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia, kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu kosong seperti langit. (Bukan Pasar Malam, 68)”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah—jalan ke arah kelestarian.”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di sini.”
Pramoedya Ananta Toer, Percikan Revolusi Subuh 
 
 
 “Dan doa-doa itu, apa artinya dia kalau bukan gerakan dari minus ke plus? Tahu kau apa artinya doa? Permohonan pada Tuhan, gerakan dari yang paling minus pada yang paling plus.”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “Dia yang terlalu tinggi di atas singgasana tidak pernah melihat telapak kakinya. Dia tak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian yang bernama telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara dewa, juga tidak suara segala yang di bawah telapak kaki. Ia hanya dengarkan diri sendiri. Suara murid Bapa ini takkan sampai kepadanya. Untuknya yang paling tepat hanya dijolok.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “..babak sinthesis sedang di ambang pintu. Yang jelas, semua yang telah terjadi akan abadi dalam ingatan bangsa ini dan umat manusia sepanjang abad, tak peduli orang suka atau tidak. Para pengarang akan menghidupkannya lebih jelas dalam karya-karyanya. Para pembunuh dan terbunuh akan menjadi abadi di dalamnya daripada sebagai pelaku sejarah saja. Topeng dan jubah suci akan berserakan.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Jawanisme dan kolonialisme Jawa sudah bertindak jauh lebih brutal terhadap penduduk yang tinggal di Negara kepulauan yang luas ini daripada yang dulu dilakukan oleh penguasa penjajah asing .”
Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian! 
 
 
 “Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Dari atas ke bawah yang ada adalah larangan, penindasan, perintah, semprotan, hinaan. Dari bawah ke atas yang ada adalah penjilatan, kepatuhan, dan perhambaan.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “bukankah tidak ada yang lebih suci bagi seorang pemuda daripada membela kepentingan bangsanya?”
Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi 
 
 
 “Juga jangan jadi kriminil dalam percintaan-yang menaklukan wanita ddengan gemerincing ringgit,kilau harta dan pangkat.Lelaki belakangan ini adalah juga kriminil,sedang perempuan yang tertaklukan hanya pelacur.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana, orang kaya terkesan pongah di mata si miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut. Juga sebaliknya, Kakanda. Orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus mengenal mereka lebih dahulu.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “Negeri Matahari Terbit, negeri Kaisar Meiji itu berseru pada para perantaunya, menganjurkan: Belajar berdiri sendiri! Jangan hanya jual tenaga pada siapa pun! Ubah kedudukan kuli jadi pengusaha, biar kecil seperti apa pun; tak ada modal? berserikat, bentuk modal! belajar kerja sama! bertekun dalam pekerjaan!”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “..dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah, bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya.”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
 “. . . Kau terpelajar, Minke, Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu. . . .”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
 
 
 “Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai 
 
 
 “Ya, Bapa, apalah artinya pengetahuan tanpa pendapat?”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “kau harus bertindak terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau sebagian dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang tergeletak di bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat berharga bagimu. Azasnya: mengambil milik tanpa ijin: pencurian; itu tidak benar, harus dilawan.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan jaksanya sendiri pencuri?”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati 
 
 
 “Mas, kan kita pernah berbahagia bersama ?"
"Tentu, Ann."
"Kenangkan kebahagiaan itu saja, ya Mas, jangan yang lain.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “tetapi berbahagialah orang yang kuat menderita segala kesengsaraan untuk keperluan nusa dan bangsa”
Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi 
 
 
 “Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang. Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati 
 
 
 “Aku bangga menjadi seorang liberal, Tuan, liberal konsekwen. Memang orang lain menamainya liberal keterlaluan. Bukan hanya tidak suka ditindas, tidak suka menindas, lebih dari itu: tidak suka adanya penindasan ....”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Tidak semua kebenaran dan kenyataan perlu dikatakan pada seseorang atau pada siapapun.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
 
 
  “Sebagai orang beragama, tidak layak memungkiri janji, tidak layak berkhianat. Islam tidak mengajarkan dan mewajibkan pengkhianatan pada rakyat dan sesamanya.”
Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan 
 
 
 “Kurang hati-hati sama juga tidak jujur.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai 
 
 
 “Selama orang masih suka bekerja, dia masih suka hidup dan selama orang tidak suka bekerja sebenarnya ia sedang berjabatan tangan dengan maut.”
Pramoedya Ananta Toer, House of Glass 
 
 
 “Kau harus berterima kasih pada segala yang memberimu kehidupan, sekali pun dia hanya seekor kuda.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Bersikap adillah sejak dalam pikiran. Jangan menjadi hakim bila kau belum tahu duduk perkara yang sebenarnya.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Indahnya dunia ini jika pemuda masih tahu perjuangan!”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati 
 
 
 “Sering kulihat wanita dibebani barang bawaan cukup berat, menggendong, menyunggi, masih mendukung bocah, dan suaminya enak-enak jalan dengan berjual tampang hanya membawa tombak. Ait, terlalu. Pernah kutegur seorang diantara mereka, dan suaminya memang mau membantu. Tetapi pada kesempatan lain tetap juga membiarkan istrinya menjadi kuda beban. Kau tidak boleh begitu, Putih.”
Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer 
 
 
 “Lelaki, Gus, soalnya makan, entah daun entah daging. Asal kau mengerti, Gus, semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas. Kan itu tidak terlalu sulit difahami? Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya tahu dengan cara-Nya sendiri.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Semua yang baik datang berduyun-duyun. Hanya karena aku sudah memulai. Yang lain-lain akan datang dengan sendirinya. Semua membutuhkan permulaan. Permulaan sudah ditempuh.”
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah 
 
 
“Bagi mereka yang beriman, yang percaya pada Allah, tak ada sesuatupun di dunia ini dapat merusuhkan hati.”
Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan  
 
 
 “Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan darah lemah. Hanya yang berlumuran darah saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa! Dan hanya si lemah berkubang dalam air matanya sendiri. (Tumenggung Mandraka)”
Pramoedya Ananta Toer, Mangir 
 
 
 “Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
“Sepandai-pandaimya lelaki, kata bujang nenekku dulu semasa aku masih sangat muda, kalau sedang gandrung: dia sungguh sebodoh-bodoh si tolol.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations  
 
 
 “Lenyapnya perikemanusiaan dalam kegalauan sosial yang busuk, berarti pula tipisnya kepribadian, bukan saja sebagai bangsa, tetapi juga sebagai individu.
Dan bangsa atau nasion yang begitu mudah menanggalkan perikemanusiaan dengan sendirinya mudah pula tersasar dalam perkembangan sejarah.”
Pramoedya Ananta Toer, Hoa Kiau di Indonesia 
 
 
“Semua lelaki memang kucing berlagak kelinci. Sebagai kelinci dimakannya semua daun, sebagai kucing dimakannya semua daging.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
  “Ibuku tinggal di sarang. Ini bukan rumah. Di negeri matahari ini, bahkan sinar matahari dia tidak kebagian!”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati 
 
 
 “Tak ada yang bisa bantah Sri Erlangga seorang pembangun besar. Satu yang pada waktunya akan Bapa Mahaguru katakan: hanya satu yang tidak pernah dibangunkannya kedudukan kaum brahmana... ”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 
 “Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Panta
 
 
 “apa yang sudah dibaca Kartini digenggamnya terus di dalam tangannya, dan ikut memperkuat moralnya”
Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja 
 
 
 “Kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat. Kasihan hanya satu kemewahan, atau satu kelemahan. Yang terpuji memang dia yang mampu melakukan kemauan baiknya.”
Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia 
 
 
 “Berpendapat tanpa berpengetahuan hukuman mati bagi seorang calon brahmana. Dia takkan mungkin jadi brahmana yang bisa dipercaya.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “Semua yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan gentar pada ketuaan; mereka dicengkam oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak bergayutan abadi pada kemudaan impian itu. Umur sungguh aniaya bagi wanita.”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
  “Perang, kekuasaan, kekayaan, seperti unggun api dalam kegelapan dan orang berterbangan untuk mati tumpas di dalamnya.”
Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik 
 
 
 “Aku kira, setiap penulis yang jujur, akhir-kelaknya akan kecewa dan dikecewakan.”
Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations 
 
 
 “Bagi orang atasan ingat-ingatlah itu Mas Nganten, tambah tinggi tempatnya tambah sakit jatuhnya. Orang rendahan ini boleh jatuh seribu kali, tapi ia selalu berdiri lagi. Dia ditakdirkan untuk sekian kali berdiri setiap hari.”
Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai 
 
 
 “Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah”
Pramoedya Ananta Toer
 
 
 “Mereka berjabat tangan, seperti gunung berjabatan dengan samudera. Mereka hanya dua gumpal daging kecil, tetapi jiwanya lebih besar dari gunung, lebih luas dari laut, karena kereka ikut melahirkan sesuatu yang nenek-moyangnya dan bangsa-bangsa lain tidak atau belum melahirkannya: kemerdekaan.”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati 
 
 
 “Sebelum kertas ditemukan oleh Tsai'Lun, sebelum mesin cetak ditemukan oleh Johann Gutenberg dimana keduanya menjadi medium tradisi tulis, peradaban dibangun oleh segulungan kisah dongeng”
Pramoedya Ananta Toer, Dongeng Calon Arang 
 
 
 “Itulah dia, perempuan tua yang kau cari, wanita seperti ibumu, yang dilahirkan di pulau nenek-moyangnya, Jawa.”
Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer 
 
 
“Dia seniman, hidup hanya di alam perasaan - Mardjohan”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati  
 
 
 “Doa dan ucapan selamat jalan diucapkan oleh mulut dan tangan yang kami jabat. Tak seorangpun mengucapkan terimakasih. Dan memang kami tidak menuntut, tidak membutuhkan. Sayang, kami belum mampu berbuat lebih dari ini.”
Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer 
 
 
 “Satu pendurhaka dapat hancurkan seluruh kebahagiaan tiap orang, seluruh bangsa. Benar! Tapi keselamatan tiap orang, seluruh bangsa, cuma dapat dilaksanakan oleh semua orang. Pelaksanaan ini mungkin kalau ada persatuan, kerukunan, persaudaraan. Hati-hati, hati-hatilah, satu orang bisa hancurkan kita semua. Tapi kesejahteraan kita harus diciptakan oleh semua, kita bersama-sama. Ya, itu gotong royong kan?”
Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan 
 
 
 “Pada dasarnya manusia adalah hewan yang paling membutuhkan ampun.”
Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes 
 
 
 “Aku juga punya tahan air. Jelek-jelek tanah airku sendiri, bumi dan manusia yang menghidupi aku selama ini. Cuma binatang ikut Belanda!”
Pramoedya Ananta Toer, Larasati
 
 
Dan itulah beberapa kutipan dari buku buku pramoedya yg pernah saya baca.mungkin ada yg terlewatkan dan jika pengen tahu lebih banyak lagi tentang tulisan tulisan pram langsung aja baca buku bukunya,