aku
aku hanya duduk saat mereka berdiri
aku hanya diam saat mereka banyak bicara
aku hanya tersenyum saat mereka beramarah
aku hanya menulis saat mereka berkata
aku tidak ingin berdiri dulu
aku tidak ingin bicara dulu
aku tidak ingin beramarah melulu
aku tidak ingin cuma sekedar berkata-kata
sekarang aku ingin berdiri
sekarang aku ingin bicara
sekarang aku tak ingin marah
sekarang aku ingin bacakan yang aku tulis
duduk,,,,,
diamlah,,,,,
jangan marah,,,,,
dan dengarkan.
rindu
senyummu tersimpan saat kelam menyelinap
ada bekas sayur terselip di putih gigimu
lihat alis itu meruncing bagai pensil
dan kibasan rambutmu yg mengintip di balik krudung
ramai lalu lalang mobil melintas
tapi wajahmu yg terlintas dalam pandang
ada senyummu dalam saku kemeja
bercampur dengan permen dan kembalian kenek bus kota
aku berkunjung ke nadimu
membuka pintu pusarmu,
berlarian dalam rongga nafasmu,
lalu mengintip dunia melalui jendela matamu
dan aku melihat senyumnya.
Minggu, 05 Februari 2017
Kumpulan kata-kata pramoedya ananta toer
6 februari adalah hari kelahiran seorang penulis besar indonesia pramoedya ananta mastoer atau pramoedya ananta toer atau lebih sering juga di sebut pram,lahir di blora 6 februari 1925 dan meninggal pada 30 april 2006.beliau adalah penulis yang membuat saya menjadi suka membaca buku.dimulai dari lemari bekas yg di berikan tetagga yg akan pindah rumah,dan dilamnya terdapat satu buku pramoedya berjudul nyanyian sunyi seorang bisu.dari buku itu saya temukan pram sebagai penulisnya.buku dengan rangkaian kata yang bisa membuat kita seakan ada dalam cerita catatan tersebut.selesai membaca buku itu aku cari beberapa buku lain karya pram,dari midah,gadis pantai,sampai tetralogi pulau buru (bumi manusia,anak semua bangsa , jejak langkah ,rumah kaca}.dan berikut adalah beberapa kata kata yang saya kutip dari buku buku karya pram
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer
“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”
― Pramoedya Ananta Toer
“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
― Pramoedya Ananta Toer
“Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself.”
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
“seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
― Pramoedya Ananta Toer
“Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)”
― Pramoedya Ananta Toer
“Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai”
― Pramoedya Ananta Toer
“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya
akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan
semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena
ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua”
“Menulis adalah sebuah keberanian...”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki.
Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai
Ontosoroh)”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glas
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glas
“How simple life is. It's as simple as this: you're hungry and you
eat, you're full and you shit. Between eating and shitting, that's
where human life is found. - (Houseboy + Maid, in Tales from Djakarta)”
― Pramoedya Ananta Toer, Tales from Djakarta
― Pramoedya Ananta Toer, Tales from Djakarta
“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian
tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang tak terduga yang bisa
timbul pada samudera, pada gunung berapi dan pada pribadi yang tahu
benar akan tujuan hidupnya .”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Jarang orang mau mengakui, kesederhanaan adalah kekayaan yang terbesar
di dunia ini: suatu karunia alam. Dan yang terpenting diatas
segala-galanya ialah keberaniannya. Kesederhaan adalah kejujuran, dan
keberanian adalah ketulusan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
― Pramoedya Ananta Toer
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
― Pramoedya Ananta Toer
“Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan
berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang
berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja
adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia
juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau
membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan
makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
― Pramoedya Ananta Toer, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
“Cerita tentang kesenangan selalu tidak menarik. Itu bukan cerita
tentang manusia dan kehidupannya , tapi tentang surga, dan jelas tidak
terjadi di atas bumi kita ini".”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana;
biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur,
perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik
dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal
bisa kemput.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Barang siapa mempunyai sumbangan pada kemanusian dia tetap terhormat
sepanjang jaman, bukan kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak
mendapatkan sesuatu sukses dalam hidupnya, mungkin dia tidak mempunyai
sahabat, mungkin tak mempunyai kekuasaan barang secuwil pun. Namun umat
manusia akan menghormati karena jasa-jasanya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
“Barangsiapa muncul di atas masyarakatnya, dia akan selalu menerima
tuntutan dari masyarakatnya-masyarakat yang menaikkannya, atau yang
membiarkannya naik.... Pohon tinggi dapat banyak angin? Kalau Tuan segan
menerima banyak angin, jangan jadi pohon tinggi”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Saya selalu percaya--dan ini lebih merupakan sesuatu yang mistis--bahwa hari esok akan lebih baik dari hari sekarang.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Pada akhirnya persoalan hidup adalah persoalan menunda mati, biarpun
orang-orang yang bijaksana lebih suka mati sekali daripada
berkali-kali.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa
kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya.
Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia
tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah
daripada menyerah
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Pernah kudengar orang kampung bilang : sebesar-besar ampun adalah yang
diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak
kepada ibunya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Biarlah hati ini patah karena sarat dengan beban, dan biarlah dia
meledak karena ketegangan. Pada akhirnya perbuatan manusia menentukan,
yang mengawali dan mengakhiri. Bagiku, kata-kata hiburan hanya sekedar
membasuh kaki. Memang menyegarkan. Tapi tiada arti. Barangkali pada
titik inilah kita berpisah...”
― Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik
― Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik
“Dahulu dia selalu katakan apa yang dia pikirkan, tangiskan, apa yang
ditanggungkan, teriakan ria kesukaan di dalam hati remaja. Kini dia
harus diam- tak ada kuping sudi suaranya.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak
berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia
dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang
ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya.
Kan begitu Tuan Jenderal?”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“Kowé kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap monyet!”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka , dengan bahasa yang mereka tahu”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. Kan kau sendiri pernah
bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat,
dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam
kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat
dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong
tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun
orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang
tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi
kehidupan”
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
“Mendapat upah kerena menyenangkan orang lain yang tidak punya
persangkutan dengan kata hati sendiri, kan itu dalam seni namanya
pelacuran?”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada
yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya
oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian
badannya karena melahirkan kehidupan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“Setiap ketidakadilan harus dilawan, walaupun hanya dalam hati.”
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
“Semua yang terjadi d bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Kami memang orang miskin. Di mata orang kota kemiskinan itu kesalahan. Lupa mereka lauk yg dimakannya itu kerja kami.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Kesenangan adalah tanda bahwa kematian mulai meraba jiwa manusia”
― Pramoedya Ananta Toer, Cerita dari Blora
― Pramoedya Ananta Toer, Cerita dari Blora
“Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Dan kini, Adikku, kini terasa betul oleh kita, pahit sungguh hidup di
dunia ini, bila kita selalu ingat pada kejahatan orang lain. Tapi untuk
kita sendiri, Adikku, bukankah kita tidak perlu menjahati orang lain?”
― Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam
― Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam
“Kadang-kadang saya merasa sangat terisolasi. Saya hidup di dunia saya
sendiri, dan hal ini seperti berada di pengasingan. Saya tidak tahu
apakah orang masih ingin tahu apa yang sebenarnya saya pikirkan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
“Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana,
tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam
hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau
sastra lisan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“The fracture of pencil still useful, but the fracture of soul,
we couldn't use it, Mister.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
we couldn't use it, Mister.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humaniora memang indah bila diucapkan para mahaguru—indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata
daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian
bagian dari menit, bahkan detik.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapapun tentang kenyataan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Hidup dapat memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Saya masih berpendapat bahwa Multatuli besar jasanya kepada bangsa
Indonesia, karena dialah yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa mereka
dijajah. Sebelumnya, di bawah pengaruh Jawanisme, kebanyakan orang
Indonesia bahkan tidak merasa bahwa mereka dijajah.”
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
“Binatang itu bicara, makan -- tapi tak mengerti dirinya sendiri. Dan aku begitu juga.”
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
“Lihat, ini Arok, yang tetap mempertahankan Tumapel. Dia dan pasukannya
akan mempertahankannya sampai titik darah terakhir. Bukan karena imbalan
uang, emas dan perak dan singgasana. Hanya karena kesetiaan pada
janji.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Jangan hanya ya-ya-ya. Tuan terpelajar, bukan yes-man. Kalau tidak
sependapat, katakan. Belum tentu kebenaran ada pada pihakku ...”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Jangan panggil aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki...
Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai...”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai...”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Dan bukankan satu ciri manusia modern adalah juga kemenangan individu
atas lingkungannya dengan prestasi individual? Individu-individu kuat
sepatutnya bergabung mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu
pada yang kegelapan dan memberi mata pada yang buta”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Sejak zaman kompeni, Aceh punya keberanian individu, Jawa punya keberanian kelompok. Beda sekali.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula
kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka
pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya
terbang entah ke mana.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam
― Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasarmalam
― Pramoedya Ananta Toer
“Sahabat dalam kesulitan adalah sahabat dalam segala-galanya. Jangan
sepelekan persahabatan. Kehebatannya lebih besar daripada panasnya
permusuhan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi
para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini
pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran,
dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja,
pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada
Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.”
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
“Sejak jaman nabi sampai kini, tak ada manusia yang bisa terbebas dari
kekuasaan sesamanya, kecuali mereka yang tersisihkan karena gila. Bahkan
pertama-tama mereka yang membuang diri, seorang diri di tengah-tengah
hutan atau samudera masih membawa padanya sisa-sisa kekuasaan sesamanya.
Dan selama ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai dan menguasai,
orang berpolitik.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Apakah sebangsamu akan kau biarkan terbungkuk-bungkuk dalam ketidaktahuannya? Siapa bakal memulai kalau bukan kau?”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“You must first of all think justly. Don’t sit in judgment over others when you don’t know the truth of the matter.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Tak ada brahmana angkuh. Mereka hanya lebih mengerti, lebih tahu
daripada orang yang menganggap pengetahuan dan ilmu sebagai keangkuhan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Tidak, yang mati tidak harus bisu. Energi mereka tetap hidup melalui
berbagai cara, jalan dan sarana, terutama melalui kenangan dan mulut
para nyawa yang lolos dari saringannya di Buru ini. Pada suatu kali
mungkin ada yang mampu mencatatnya tanpa tangannya gemetar dan tanpa
membasahi kertasnya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1
― Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 1
“Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan,”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak
ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan
kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan,
bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun
pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan
tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang
hidup dalam batin siapa pun.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kartini pernah mengatakan : mengarang adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“.... Dan semua itu berjalan dari detik ke detik, hari ke hari. Akhirnya
orang jadi biasa juga dengan keadaannya. Dan mereka, yang tidak kena
kerja paksa, tidur sehari-harian, atau berjalan-jalan mengedari
pelataran dalam yang sempit itu, mengelamun, berangan-angan. Ya itu pun
berjalan saja dan berjalan saja. Kadang-kadang orang tak sempat
menginsyafi apa sesungguhnya yang telah dialami sehari-harian. Tapi
dengan pasti hidupnya telah gompal sejam demi sejam. Kadang-kadang orang
tidak sempat mengenangkan hari-depannya. Orang lebih suka memikirkan
hal-hal yang dekat-dekat: makan, buang air, nyanyi, mengobrol tak
berkeputusan, memaki-maki, atau mengaduh dengan tiada maksud. Atau-orang
memikirkan sesuatu yang jauh, yang besar, yang takkan tercapai oleh
tenaga dan tangan manusia-terutama sekali manusia yang dipenjarakan.
Kemudian..
Kemudian semua berjalan saja. Berjalan saja. Berjalan saja. Juga umur manusia berjalan mendekati akhirnya. Juga balatentara kedua belah pihak berjalan mendekati keruntuhan atau kemenangannya. Dan tak ada tangan manusia yang kuasaa membatalkan proses itu ...”
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
Kemudian..
Kemudian semua berjalan saja. Berjalan saja. Berjalan saja. Juga umur manusia berjalan mendekati akhirnya. Juga balatentara kedua belah pihak berjalan mendekati keruntuhan atau kemenangannya. Dan tak ada tangan manusia yang kuasaa membatalkan proses itu ...”
― Pramoedya Ananta Toer, Mereka Yang Dilumpuhkan
“Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang
bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan
berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang ini...ada
sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati,
hidup atau kalah-menang.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Kekuatan yang kita miliki mungkinlah tidak sebanding dengan
ketidakadilan yang ada, tapi satu hal yang pasti: Tuhan tahu bahwa kita
telah berusaha melawannya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri –tanah airnya sendiri– gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“setiap saat orang bisa minta ampun pada Tuhan, bila berdosa
terhadap-Nya, dosa terhadap sesama manusia lain lagi, terlalu susah
untuk mendapat ampun daripadanya. Tuhan Maha Pemurah, manusia maha tidak
pemurah.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Dan dengan tidak terasa umur manusia pun lenyap sedetik demi sedetik
ditelan siang dan malam. Tapi masalah-masalah manusia tetap muda seperti
waktu, Di mana pun juga dia menyerbu ke dalam kepala dan dada manusia,
kadang-kadang ia pergi lagi dan di tinggalkannya kepala dan dada itu
kosong seperti langit. (Bukan Pasar Malam, 68)”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Di balik setiap kehormatan mengintip kebinasaan. Di balik hidup adalah
maut. Di balik persatuan adalah perpecahan. Di balik sembah adalah
umpat. Maka jalan keselamatan adalah jalan tengah. Jangan terima
kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan tengah—jalan ke arah
kelestarian.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“Ibu bapak tani—ibu bapak tanah air—akan meratapi putera-puterinya yang
terkubur dalam udara terbuka di atas rumput hijau, di bawah naungan
langit biru di mana awan putih berarak dan angin bersuling di rumpun
bambu. Kemudian tinggallah tulang belulang putih yang bercerita pada
musafir lalu, “ Di sini pernah terjadi pertempuran. Dan aku mati di
sini.”
― Pramoedya Ananta Toer, Percikan Revolusi Subuh
― Pramoedya Ananta Toer, Percikan Revolusi Subuh
“Dan doa-doa itu, apa artinya dia kalau bukan gerakan dari minus ke
plus? Tahu kau apa artinya doa? Permohonan pada Tuhan, gerakan dari yang
paling minus pada yang paling plus.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“Dia yang terlalu tinggi di atas singgasana tidak pernah melihat telapak
kakinya. Dia tak pernah ingat, pada tubuhnya ada bagian yang bernama
telapak kaki. Pendengarannya tidak untuk menangkap suara dewa, juga
tidak suara segala yang di bawah telapak kaki. Ia hanya dengarkan diri
sendiri. Suara murid Bapa ini takkan sampai kepadanya. Untuknya yang
paling tepat hanya dijolok.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“..babak sinthesis sedang di ambang pintu. Yang jelas, semua yang telah
terjadi akan abadi dalam ingatan bangsa ini dan umat manusia sepanjang
abad, tak peduli orang suka atau tidak. Para pengarang akan
menghidupkannya lebih jelas dalam karya-karyanya. Para pembunuh dan
terbunuh akan menjadi abadi di dalamnya daripada sebagai pelaku sejarah
saja. Topeng dan jubah suci akan berserakan.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Jawanisme dan kolonialisme Jawa sudah bertindak jauh lebih brutal
terhadap penduduk yang tinggal di Negara kepulauan yang luas ini
daripada yang dulu dilakukan oleh penguasa penjajah asing .”
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
― Pramoedya Ananta Toer, Saya Terbakar Amarah Sendirian!
“Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Dari atas ke bawah yang ada adalah larangan, penindasan, perintah,
semprotan, hinaan. Dari bawah ke atas yang ada adalah penjilatan,
kepatuhan, dan perhambaan.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“bukankah tidak ada yang lebih suci bagi seorang pemuda daripada membela kepentingan bangsanya?”
― Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi
― Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi
“Juga jangan jadi kriminil dalam percintaan-yang menaklukan wanita
ddengan gemerincing ringgit,kilau harta dan pangkat.Lelaki belakangan
ini adalah juga kriminil,sedang perempuan yang tertaklukan hanya
pelacur.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Ada diajarkan oleh kaum Brahmana, orang kaya terkesan pongah di mata si
miskin, orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu, orang gagah
berani terkesan dewa di mata si pengecut. Juga sebaliknya, Kakanda.
Orang miskin tak berkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan
mengibakan pada si bijaksana, orang pengecut terkesan hina pada si gagah
berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus mengenal mereka lebih
dahulu.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Negeri Matahari Terbit, negeri Kaisar Meiji itu berseru pada para
perantaunya, menganjurkan: Belajar berdiri sendiri! Jangan hanya jual
tenaga pada siapa pun! Ubah kedudukan kuli jadi pengusaha, biar kecil
seperti apa pun; tak ada modal? berserikat, bentuk modal! belajar kerja
sama! bertekun dalam pekerjaan!”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“..dan modern adalah juga kesunyian manusia yatim-piatu dikutuk untuk
membebaskan diri dari segala ikatan yang tidak diperlukan: adat, darah,
bahkan juga bumi, kalau perlu juga sesamanya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“. . . Kau terpelajar, Minke, Seorang terpelajar harus juga belajar
berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah
memang arti terpelajar itu. . . .”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusi
“Melawan pada yang berilmu dan pengetahuan adalah menyerahkan diri pada maut dan kehinaan”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.”
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
“kau harus bertindak terhadap siapa saja yang mengambil seluruh atau
sebagian dari milikmu, sekali pun hanya segumpil batu yang tergeletak di
bawah jendela. Bukan karena batu itu sangat berharga bagimu. Azasnya:
mengambil milik tanpa ijin: pencurian; itu tidak benar, harus dilawan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Apa gunanya memaki? Mereka memang anjing. Mereka memang binatang. Dulu
bisa mengadu, dulu ada pengadilan. Dulu ada polisi, kalau duit kita
dicolong tetangga kita. Apa sekarang? Hakim-hakim, jaksa-jaksa yang
sekarang juga nyolong kita punya. Siapa mesti mengadili kalau hakim dan
jaksanya sendiri pencuri?”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
“Mas, kan kita pernah berbahagia bersama ?"
"Tentu, Ann."
"Kenangkan kebahagiaan itu saja, ya Mas, jangan yang lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
"Tentu, Ann."
"Kenangkan kebahagiaan itu saja, ya Mas, jangan yang lain.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“tetapi berbahagialah orang yang kuat menderita segala kesengsaraan untuk keperluan nusa dan bangsa”
― Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi
― Pramoedya Ananta Toer, Ditepi Kali Bekasi
“Ada yang membunuh. Ada yang dibunuh. Ada peraturan. Ada undang-undang.
Ada pembesar, polisi, dan militer. Hanya satu yang tidak ada: keadilan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
“Aku bangga menjadi seorang liberal, Tuan, liberal konsekwen. Memang
orang lain menamainya liberal keterlaluan. Bukan hanya tidak suka
ditindas, tidak suka menindas, lebih dari itu: tidak suka adanya
penindasan ....”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Tidak semua kebenaran dan kenyataan perlu dikatakan pada seseorang atau pada siapapun.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Sebagai orang beragama, tidak layak memungkiri janji, tidak layak
berkhianat. Islam tidak mengajarkan dan mewajibkan pengkhianatan pada
rakyat dan sesamanya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
“Selama orang masih suka bekerja, dia masih suka hidup dan selama orang
tidak suka bekerja sebenarnya ia sedang berjabatan tangan dengan maut.”
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
― Pramoedya Ananta Toer, House of Glass
“Kau harus berterima kasih pada segala yang memberimu kehidupan, sekali pun dia hanya seekor kuda.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Bersikap adillah sejak dalam pikiran. Jangan menjadi hakim bila kau belum tahu duduk perkara yang sebenarnya.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Sering kulihat wanita dibebani barang bawaan cukup berat, menggendong,
menyunggi, masih mendukung bocah, dan suaminya enak-enak jalan dengan
berjual tampang hanya membawa tombak. Ait, terlalu. Pernah kutegur
seorang diantara mereka, dan suaminya memang mau membantu. Tetapi pada
kesempatan lain tetap juga membiarkan istrinya menjadi kuda beban. Kau
tidak boleh begitu, Putih.”
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
“Lelaki, Gus, soalnya makan, entah daun entah daging. Asal kau mengerti,
Gus, semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan
orang lain. Harus semakin mengenal batas. Kan itu tidak terlalu sulit
difahami? Kalau orang tak tahu batas, Tuhan akan memaksanya tahu dengan
cara-Nya sendiri.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Semua yang baik datang berduyun-duyun. Hanya karena aku sudah memulai.
Yang lain-lain akan datang dengan sendirinya. Semua membutuhkan
permulaan. Permulaan sudah ditempuh.”
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
― Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah
“Bagi mereka yang beriman, yang percaya pada Allah, tak ada sesuatupun di dunia ini dapat merusuhkan hati.”
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
“Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan darah lemah. Hanya yang
berlumuran darah saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa! Dan hanya si
lemah berkubang dalam air matanya sendiri. (Tumenggung Mandraka)”
― Pramoedya Ananta Toer, Mangir
― Pramoedya Ananta Toer, Mangir
“Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Sepandai-pandaimya lelaki, kata bujang nenekku dulu semasa aku masih
sangat muda, kalau sedang gandrung: dia sungguh sebodoh-bodoh si tolol.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Lenyapnya perikemanusiaan dalam kegalauan sosial yang busuk, berarti
pula tipisnya kepribadian, bukan saja sebagai bangsa, tetapi juga
sebagai individu.
Dan bangsa atau nasion yang begitu mudah menanggalkan perikemanusiaan dengan sendirinya mudah pula tersasar dalam perkembangan sejarah.”
― Pramoedya Ananta Toer, Hoa Kiau di Indonesia
Dan bangsa atau nasion yang begitu mudah menanggalkan perikemanusiaan dengan sendirinya mudah pula tersasar dalam perkembangan sejarah.”
― Pramoedya Ananta Toer, Hoa Kiau di Indonesia
“Semua lelaki memang kucing berlagak kelinci. Sebagai kelinci dimakannya semua daun, sebagai kucing dimakannya semua daging.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Ibuku tinggal di sarang. Ini bukan rumah. Di negeri matahari ini, bahkan sinar matahari dia tidak kebagian!”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
“Tak ada yang bisa bantah Sri Erlangga seorang pembangun besar. Satu
yang pada waktunya akan Bapa Mahaguru katakan: hanya satu yang tidak
pernah dibangunkannya kedudukan kaum brahmana... ”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak
sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam
hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya
kehormatan dan nasi.”
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Panta
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Panta
“apa yang sudah dibaca Kartini digenggamnya terus di dalam tangannya, dan ikut memperkuat moralnya”
― Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja
― Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja
“Kasihan hanya perasaan orang berkemauan baik yang tidak mampu berbuat.
Kasihan hanya satu kemewahan, atau satu kelemahan. Yang terpuji memang
dia yang mampu melakukan kemauan baiknya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Berpendapat tanpa berpengetahuan hukuman mati bagi seorang calon
brahmana. Dia takkan mungkin jadi brahmana yang bisa dipercaya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Semua yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Wanita lebih suka mengabdi pada kekinian dan gentar pada ketuaan;
mereka dicengkam oleh impian tentang kemudaan yang rapuh itu dan hendak
bergayutan abadi pada kemudaan impian itu. Umur sungguh aniaya bagi
wanita.”
― Pramoedya Ananta Toer
― Pramoedya Ananta Toer
“Perang, kekuasaan, kekayaan, seperti unggun api dalam kegelapan dan orang berterbangan untuk mati tumpas di dalamnya.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik
― Pramoedya Ananta Toer, Arus Balik
“Aku kira, setiap penulis yang jujur, akhir-kelaknya akan kecewa dan dikecewakan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
“Bagi orang atasan ingat-ingatlah itu Mas Nganten, tambah tinggi
tempatnya tambah sakit jatuhnya. Orang rendahan ini boleh jatuh seribu
kali, tapi ia selalu berdiri lagi. Dia ditakdirkan untuk sekian kali
berdiri setiap hari.”
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
“Mereka berjabat tangan, seperti gunung berjabatan dengan samudera.
Mereka hanya dua gumpal daging kecil, tetapi jiwanya lebih besar dari
gunung, lebih luas dari laut, karena kereka ikut melahirkan sesuatu yang
nenek-moyangnya dan bangsa-bangsa lain tidak atau belum melahirkannya:
kemerdekaan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
“Sebelum kertas ditemukan oleh Tsai'Lun, sebelum mesin cetak ditemukan
oleh Johann Gutenberg dimana keduanya menjadi medium tradisi tulis,
peradaban dibangun oleh segulungan kisah dongeng”
― Pramoedya Ananta Toer, Dongeng Calon Arang
― Pramoedya Ananta Toer, Dongeng Calon Arang
“Itulah dia, perempuan tua yang kau cari, wanita seperti ibumu, yang dilahirkan di pulau nenek-moyangnya, Jawa.”
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
“Dia seniman, hidup hanya di alam perasaan - Mardjohan”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
“Doa dan ucapan selamat jalan diucapkan oleh mulut dan tangan yang kami
jabat. Tak seorangpun mengucapkan terimakasih. Dan memang kami tidak
menuntut, tidak membutuhkan. Sayang, kami belum mampu berbuat lebih dari
ini.”
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
― Pramoedya Ananta Toer, Perawan Dalam Cengkeraman Militer
“Satu pendurhaka dapat hancurkan seluruh kebahagiaan tiap orang, seluruh
bangsa. Benar! Tapi keselamatan tiap orang, seluruh bangsa, cuma dapat
dilaksanakan oleh semua orang. Pelaksanaan ini mungkin kalau ada
persatuan, kerukunan, persaudaraan. Hati-hati, hati-hatilah, satu orang
bisa hancurkan kita semua. Tapi kesejahteraan kita harus diciptakan oleh
semua, kita bersama-sama. Ya, itu gotong royong kan?”
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
― Pramoedya Ananta Toer, Sekali Peristiwa di Banten Selatan
“Pada dasarnya manusia adalah hewan yang paling membutuhkan ampun.”
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
― Pramoedya Ananta Toer, Arok Dedes
“Aku juga punya tahan air. Jelek-jelek tanah airku sendiri, bumi dan
manusia yang menghidupi aku selama ini. Cuma binatang ikut Belanda!”
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
― Pramoedya Ananta Toer, Larasati
Dan itulah beberapa kutipan dari buku buku pramoedya yg pernah saya baca.mungkin ada yg terlewatkan dan jika pengen tahu lebih banyak lagi tentang tulisan tulisan pram langsung aja baca buku bukunya,
Langganan:
Postingan (Atom)